Tugas ke : 3
Nama : ASTRID DWI KURNIA
Kelas : 2PA16
NPM : 11513464
1. Hubungan
Interpersonal
Hubungan interpersonal
adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi
pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita
berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.
Dari segi psikologi
komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal,
makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya
tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang
berlangsung diantara komunikan.
a. Model-model Hubungan Interpersonal
Ada 4 model hubungan
interpersonal yaitu :
1. Model Pertukaran
Sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal
disamakan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan
sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Dalam hubungan tersebut akan menghasilkan
ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil atau laba
(ganjaran dikurangi biaya).
2. Model Peranan (role
model)
Hubungan interpersonal
diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya
sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu
bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role
demands), memiliki keterampilan (role skills) dan terhindar dari konflik
peranan. Tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus
dijalankan. Sementara itu keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan
peranan tertentu.
3. Model Permainan
(games people play model)
Model permainan
menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa
dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permainan.
Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian :
– Kepribadian orang tua
(aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang
tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
– Kepribadian orang
dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).
– Kepribadian anak (kepribadian
yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi
intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
4. Model Interaksional
(interacsional model)
Model ini memandang
hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat
struktural, integratif dan medan. Model ini menggabungkan model pertukaran,
peranan, dan permainan.
b. Memulai Hubungan
Adapun tahap-tahap
dalam hubungan interpersonal yakni meliputi :
1. Pembentukan.
Tahap ini sering
disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal
menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”,
ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi
kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan
nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan
proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan
pada tujuh kategori, yaitu :
a. informasi demografis
b. sikap dan pendapat
(tentang orang atau objek).
c. rencana yang akan
datang.
d. kepribadian.
e. perilaku pada masa
lalu.
f. orang lain.
g. hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal
tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan
memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk
mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara
keseimbangan ini, yaitu :
a. Keakraban. Pemenuhan
kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator.
b. Kontrol. Kesepakatan
antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang
lebih dominan didalam komunikasi tersebut.
c. Respon yang tepat.
Feedback atau umpan balik yang akan diterima tidak boleh membuat komunikator
salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback
yang tepat.
d. Nada emosional yang
tepat. Keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung.
c. Hubungan Peran
Dalam suatu hubungan
juga perlu adanya companionate love, passionate love dan intimacy love. Karena
apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah
satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi
adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng atau awet, justru
sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut
sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi
harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan langgeng.
d. Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi dapat
diartikan sebagai kedekatan atau keakraban dengan orang lain. Intimasi dalam
pengertian yang lebih luas telah banyak dikemukan oleh para ahli, yaitu :
1. Shadily dan Echols
(1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh
saling percaya dan kekeluargaan. Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan
intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk
mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg
(1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
2. Intimasi menurut
Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan
yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua
individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada
hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling
mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup,
keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada
tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi,
memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang
terjadi pada orang yang dekat dengannya.
3. Atwater (1983)
mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat
informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan
yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling
berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini
membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang
dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat
terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan
menghormati,serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan
Omarzu dalam Papalia dkk,2001).
4. Proses intimasi
perlu untuk memasukkan unsur perasaan bersatu dengan orang lain. Kebutuhan
untuk bersatu dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi
individu untuk membentuk suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan
terpelihara dengan baik (Papalia dkk, 2001). Kedekatan perasaan seperti ini
dapat menimbulkan suatu hubungan yang erat dimana hubungan ini sebagai lambang
dari empati (Parrot dan Parrot, 1999).
e. Intimasi dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk
berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta.
Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta. Keintiman berarti proses
menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita. Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima,
dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan
hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat
dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita
adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat
disebabkan karena :
1.Kita tidak mengenal
dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
2. Kita tidak menyadari
bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
3. Kita tidak percaya
pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
4. Kita dibentuk
menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
5. Kita memulai pacaran
bukan dengan cinta yang tulus.
2. Cinta dan Perkawinan
Cinta
Dari hubungan
interpersonal dengan berbagai faktor yang dikemukakan diatas, jika terjadi
hubungan yang berkelanjutan maka akan terjadi/terjalin hubungan interpersonal
lanjutan yakni cinta. Cinta Menurut Izard (Strongman, 1998) dapat mendatangkan
segala jenis emosi, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan sebagai
proses lanjutan dari hubungan interpersonal yang terjalin antara dua orang
manusia berlawanan jenis.
Stenberg mengemukakan
bahwa cinta memiliki tiga dimensi, yaitu hasrat, keintiman, dan komitmen.
Hasrat, dalam dimensi hasrat menekankan
pada intensnya perasaan serta perassan yang muncul dari daya tarik fisik dan
daya tarik seksual. Pada jenis cinta ini, seseorang mengalami ketertarikan
fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu,
merasa sangat bahagia dan lain-lain.
Keintiman, dimensi ini tertuju pada
kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatan yang mengikat mereka untuk
bersama.
Komitmen/keputusan, dimensi komitmen
dimana seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan seorang pasangan dalam
hidupnya.
Pernikahan
Dalam proses hubungan
interpersonal yang lanjut dengan adanya cinta untuk mencapai pernikahan bisanya
dimensi cinta dihasilkan dari cinta yang berdimensi komitmen/keputusan.
Pasangan memiliki hasrat untuk membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut
dan hangat. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antarpasangan dan
biasanya dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui bahwa
saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri. Duvall dan miller (1985)
menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara
sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi
membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara sesama pasangan.
Faktor-faktor yang
mendukung kepuasan pernikahan adalah adanya komunikasi yang terbuka, ekspresi
perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan,
hubungan seksual yang memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan
yang cukup, anak, keyakinan beragama dan hubungan dengan mertua/ipar (Latifah,
2005).
a. Memilih Pasangan
Banyak orang yang
pikirannya terlalu pendek dalam hal memilih pasangan sehingga gagal dalam
pernikahannya. Prinsipnya adalah jika hanya berpedoman pada hal-hal yang
sifatnya duniawi (kecantikan atau ketampanan dan kekayaan) maka akan sangat
sulit dalam menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena semua itu hanya
bersifat sementara dan sangat mudah berubah. Jika jatuh cinta hanya karena
melihat dari segi kecantikan atau ketampanan dan kekayaan, maka cinta tersebut
akan sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika memang cinta pada seseorang maka
lahirlah ketampanan atau kecantikan, bukan sebaliknya. Masalah fisik, banyak
yang berkata bahwa wanita cantik hanya pantas untuk laki-laki tampan, begitu
pula sebaliknya. Dan apa yang terjadi ketika teman kita yang mungkin tak begitu
cantik mendapatkan suami yang tampan dan juga kaya, maka kita biasanya akan
protes. Kita merasa bahwa dirinya tak pantas dan kitalah yang lebih pantas.
Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya
memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu
harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik.
b. Hubungan dalam Perkawinan
1. Romantic Love
Saat ini adalah saat
Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di
saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan
kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
2. Dissapointment or Distress
Di tahap ini pasangan
suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada
pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah
satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan
stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan
perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan
kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan
suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan
pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
3. Knowledge and Awareness
Pasangan suami istri
yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri
pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana
kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Pasangan yang sampai di tahap ini biasanya
senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain
yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
4. Transformation
Suami istri di tahap
ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan
membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap
ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan
dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling
menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan
perkawinan yang nyaman dan tentram.
5. Real Love
“Anda berdua akan
kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan
kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula
bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk
saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati
cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah
mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk
mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
c. Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak
berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak. Relasi yang diharapkan
dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena
adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal
yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu
sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis. Pada dasarnya, diperlukan
penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri
dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah,
berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran
adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya,
tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan
terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
d. Perceraian dan Pernikahan Kembali
Apa yang akan
mempengaruhi seseorang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor.
Misalnya seorang wanita muda yang menikah lagi karena tidak memiliki anak dari
pernikahan sebelumnya. Faktor pendidikan, pendapatan dan sosial juga bisa
menjadi penyebab seseorang untuk menikah lagi. Sebagai manusia, kita memang
mempunyai daya tarik yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Semua hal yang
telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya
tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena
ketampanan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah
menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru
cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan jika sudah terbiasa daya
tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang
terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
e. Alternatif selain Pernikahan
Ada beberapa orang yang
memutuskan untuk tidak memiliki pasangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa
ketika kehidupan itu kita jalani dengan pasangan akan terasa sulit karena
menemukan berbagai persoalan yang nantinya kemungkinan bisa saja kita
hadapi. Pertunangan merupakan alternatif
lain. Melajang adalah salah satu alternatif untuk tidak menikah. Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya.
Akan tetapi hakikatnya menikah itu adalah ibadah. Hidup akan lebih indah
melalui segala bentuk kehidupan bersama pasangan. Seseorang yang memutuskan
untuk sendiri (single life) bisa saja disebabkan karena traumatik tersendiri
yang pernah mereka rasakan sehingga membuatnya untuk tidak berani lagi memulai
hidup secara bersama. Pengalaman memang berperan penting dalam kelangsungan
hidup seseorang. Pernikahan bisa
mengubahnya menjadi lebih kuat namun tidak sedikit yang lemah karenanya.
Membuat seseorang takut memulai, namun juga menimbulkan arti yang mendalam.
“Pernikahan yang sukses adalah seperti tenunan dalam beludru kehidupan praktis.
Seperti nada harmoni yang dipetik hubungan realistis. Dan pernikahan yang
sukses adalah hasil gabungan cinta, penghormatan, kesetiaan, dan sikap saling mendukung”.
Sumber:
Comments
Post a Comment