Nama : Astrid Dwi Kurnia
NPM : 11513464
Kelas : 3PA16
Tugas : 2
I. Kekuasaan
NPM : 11513464
Kelas : 3PA16
Tugas : 2
I. Kekuasaan
A. Definisi
Kekuasaan
adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan
kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang
atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai
dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan
kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan
kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Pengertian
kekuasaan secara umum adalah ‘’kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku
pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi
sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan’’ (Harold D.
Laswell, 1984:9). Sejalan dengan itu, dinyatakan Robert A. Dahl (1978:29) bahwa
‘’kekuasaan merujuk pada adanya kemampuan untuk mempengaruhi dari seseorang
kepada orang lain, atau dari satu pihak kepada pihak lain’’.Contohnya Presiden,
ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek
dari kekuasaan).
B. Sumber-sumber kekuasaan menurut
French & Raven
French
dan Raven mendefinisikan kekuasaan berdasarkan pada pengaruh; dan pengaruh
berdasarkan pada pengubahan psikologis. Pengaruh adalah pengendalian yang
dilakukan oleh seseorang dalam organisasi maupun dalam masyarakat terhadap
orang lain. Konsep penting atas dasar
gagasan ini adalah bahwa kekuasaan merupakan pengaruh laten (terpendam),
sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan dalam kenyataan yang direalisasikan.
French dan Raven mengidentifikasikan lima sumber basis kekuasaan.
1. KEKUASAAN BALAS JASA (REWARD POWER)
2. KEKUASAAN PAKSAAN (COERCIVE POWER)
3. KEKUASAAN SAH (LEGITIMATE POWER)
4. KEKUASAAN AHLI (EXPERT POWER)
5. KEKUASAAN PANUTAN (REFERENT POWER)
II. Leadership
A. Definisi
Pada
dasarnya definisi atau pengertian kepemimpinan ( leadership ) telah banyak
dikemukakan para pakar atau akhli di bidang manajemen sumber daya manusia. Definisi
atau pengertian kepemimpinan ( leadership ) banyak yang dikutip oleh Thoha
(2006 : 5) dari berbagai pakar atau ahlii, antara lain sebagai berikut:
(1)
Menurut Robert Dubin definisi atau pengertian kepemimpinan diartikan sebagai
pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan,
(2)
Menurut J.L. Hemphill:definisi atau pengertian kepemimpinan adalah suatu
inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam
rangka mencapai jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama,
(3)
George R. Terry memberikan definisi atau pengertian kepemimpinan sebagai
aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan untuk mencapai tujuan
organisasi. Yukl G. (2001 : 3) mengatakanbahwa istilah kepemimpinan adalah kata
yang diambil dari kata-kata yang umum dipakai dan merupakan gabungan dari kata
ilmiah yang tidak didefinisikan kembali secara tepat.
Penelitian
biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan prespektif individualnya dan
aspek gejala yang paling menarik perhatiannya. Setelah melakukan peninjauan
mendalam terhadap literatur kepemimpinan. Selain definisi atau pengertian
kepemimpinan ( leadership ) yang dikutip Thoha, terdapat pula beberapa definisi
atau pengertian kepemimpinan yang dikutip oleh Yukl G (2001 : . 4), antara lain
:
Kepemimpinan
adalah “perilaku individu … yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai
sasaran bersama” (Hemphill & Coons, 1957 : . 7),
Kepemimpinan
adalah “pengaruh tambahan yang melebihi dan berada di atas kebutuhan mekanis
dalam mengarahkan organisasi secara rutin (D. Katz & Kahn, 1978 : . 528),
Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir untuk mencapai
sasaran (Rauch & Behling, 1984 : . 46) ;
Kepemimpinan
adalah proses memberikan tujuan (arahan yang berarti) ke usaha kolektif, yang
menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan (Jacobs &
Jaques, 1990, p. 281).;
Kepemimpinan
adalah cara mengartikulasi visi, mewujudkan nilai, dan menciptakan lingkungan
guna mencapai sesuatu” (Richards & Eagel, 1986 : 4) ;
Kepemimpinan
adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi memotivasi, dan membuat orang lain
mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi …
(House et. Al., 1999 : 184). Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian
kepemimpinan telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh
berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
B. Jelaskan Teori-Teori
Kepemimpinan Partisipatif , terdiri dari :
1) Teori
X dan Teori Y dari Douglas Mc Gregor
Teori
prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y
dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana
para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan
terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
·
Teori X
Teori
ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak
suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan
perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam
bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat
bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
·
Teori Y
Teori
ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara
ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja
sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi,
kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan
kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki
dalam bekerja.
2) Teori
sistem 4 dari Rensis Likert
ada
empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat sistem tersebut
terdiri dari:
·
Sistem 1, otoritatif dan eksploitif:
manajer
membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para
bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku
ditetapkan oleh manajer.
·
Sistem 2, otoritatif dan benevolent:
manajer
tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk
memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas
untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur
yang telah ditetapkan.
·
Sistem 3, konsultatif:
manajer
menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu
didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan
mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan
untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
·
Sistem 4, partisipatif:
adalah
sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi
seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja
dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka
melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota
kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan
penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan
perasaan yang dibutuhkan dan penting.
3) Theory
of leadership pattern choice dari Tannenbaum & Schmidt
Pada
tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel
yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review.
Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah
signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan
manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab “Hubungan
Oriented” dan “Tugas Berorientasi” kontinum, yang juga diberi label “Demokrasi”
dan “otoriter.”
Diagram
menunjukkan dimensi lain: “Sumber Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram,
manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita
melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari
otoritas buruh untuk otoritas manajer.
Berkaitan
dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat
demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan
kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum
perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya
demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada
bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan
kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.para penulis mengusulkan
tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:1. kekuatan
di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)2. kekuatan di bawahan
(egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)3. kekuatan dalam
situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim
organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh
“pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola
kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip
dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan
proses pengambilan keputusan.
Demokrasi
(hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan
wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang
ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai
penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan
wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
o
Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin
bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh:
Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering
untuk bertemu.
o
Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin
mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh:
Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali
seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik
o
Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin
menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat
keputusan.”
Contoh:
Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka
pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
o
Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif
menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh:
Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk
bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
o
Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin
menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh:
Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu
untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki
pertanyaan.
o
Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin
membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh:
Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari
Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari
terbaik untuk bertemu.
o
Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin
membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh:
Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka
atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim
C. Menjelaskan Teori Kepemimpinan
dari Konsep Choice Approach To Participation yang Memuat Konsep Decision Tree
For Leadership dari Tokoh Vroom & Yetton
Konsep
Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Salah
satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak
kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas
pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan
keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat
keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan
mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita
pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan
kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative
Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a. AI (Autocratic)
Pemimpin
memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan
informasi yang ada.
b. AII (Autocratic)
Pemimpin
memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat
keputusan unilateral.
c. CI (Consultative)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu
membuat keputusan secara unilateral.
d. CII (Consultative)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun
setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e. GII (Group Decision)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat;
Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam
memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin
perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah
kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki
informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah
permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan
penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk
efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan
menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
a.
Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom &
Yetton, 1973).
b.
Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya
cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya
autucratic.
c.
Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka
untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
d.
Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda
kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur,
eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
e.
Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk
implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
f.
Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi
efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa
sasaran, eliminasi gaya autocratic.
g.
Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya
penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
h.
Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu
mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi
untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model
ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai
situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus
utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini
terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh
membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal
yang harus diperhatikan :
1)
Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan
masalah.
2)
Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan yang termasuk dalam
keefektifan keputusan antara lain: kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan
pertimbangan waktu.
3)
Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
4)
Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi
kepemimpinan.
D. Menjelaskan Teori Kepemimpinan
dari Konsep Contingency Theory Of Leadership dari Fiedler
Teori
kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas
kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya
kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin
bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor
situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model
Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) .
Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the
motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control
and influence in a particular situation, the situational favorableness
(Fiedler, 1974:73).
Dengan
perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh
sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk
menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap
dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16
butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang
dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling
tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi
menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam
suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini
berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang
rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap
tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke
terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
1.
Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung
untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan,
maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
2.
Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan)
cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat
dengan keuntungannya.
Sebagai
landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi /
lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a.
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan
atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal
dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power).
Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota
kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang
Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi
(organizational authority).
b.
Struktur tugas (task structure)
Pada
dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara
jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan
dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak
jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan
kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih
jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila
tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c.
Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam
dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang
pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat
dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama
anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya
(hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan
ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang
berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat
keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota
baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling
tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik,
struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
E. Menjelaskan Teori Kepemimpinan
dari Konsep Path Goal Theory
Path
Goal theory (teori jalur tujuan) dari kepemimpinan telah dikembangkan untuk
menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan
kinerja bawahannya. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Evans (1970) dan
House (1971). House (1971) memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih
teliti dengan menyertakan variabel situasional. Teori tersebut semakin
dimurnikan oleh beberapa penulis seperti Evans (1974); House dan Dessler
(1974); House dan Mitchell (1974); dan House (1996).
Konsep
Path Goal Theory of Leadership
Menurut
model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan
terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai
path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari
pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar
dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal
menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan
imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan
(contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan
awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang
pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian
dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan,
dan harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, imbalan.
Model
kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin
terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan
jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi
eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang
berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.
SUMBER:
Comments
Post a Comment